Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kasih Sayang Seorang Ibu

KEBOHONGAN IBU

wajib tau !!!

Sukar untuk orang lain percaya,tapi itulah yang
terjadi, ibu saya memang seorang pembohong!!
Sepanjang ingatan saya sekurang-kurangnya 8 kali
ibu membohongi saya. Saya perlu catatkan segala
pembohongan itu untuk dijadikan renungan anda
sekalian.

Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir
sebagai seorang anak lelaki dalam sebuah keluarga
sederhana. Makan minum serba kekurangan. Kami
sering kelaparan.
Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa
makan ikan asin satu keluarga. Sebagai anak yang
masih kecil, saya sering merengut. Saya
menangis, ingin nasi dan lauk yang banyak. Tapi
ibu pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering
membagikan nasinya untuk saya. Sambil
memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata :
“”Makanlah nak ibu tak lapar.”

PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.

Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering
meluangkan watu senggangnya untuk pergi
memancing di sungai sebelah rumah. Ibu
berharap dari ikan hasil pancingan itu dapat
memberikan sedikit makanan untuk membesarkan
kami. Pulang dari memancing, ibu memasak ikan
segar yang mengundang selera. Sewaktu saya
memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan
memakan sisa daging ikan yang masih menempel
di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi.
Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya
tersentuh lalu memberikan ikan yg belum saya
makan kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat
menolaknya. Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak
suka makan ikan.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA.

Di awal remaja, saya masuk sekolah menengah.
Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai
tambahan uang saku saya dan abang. Suatu saat,
pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya
terjaga dari tidur. Saya melihat ibu membuat kue
dengan ditemani lilin di hadapannya. Beberapa kali
saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk.
Saya berkata : “Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan
pergi ke kebun pula.” Ibu tersenyum dan berkata :
“Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA.

Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi
berjualan kue seperti biasa supaya dapat
menemani saya pergi ke sekolah untuk turut
menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas
matahari mulai menyinari, ibu
terus sabar menunggu saya di luar. Ibu seringkali
saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa
kepada Illahi agar saya lulus ujian dengan
cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan
ujian sudah selesai, ibu dengan segera
menyambut saya dan menuangkan kopi yang
sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya.
Kopi yang kental itu tidak dapat dibandingkan
dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental.
Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera
memberikan cawan saya itu kepada ibu dan
menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepat
menolaknya dan berkata : “Minumlah nak, ibu tak
haus!!”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.

Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya
baru beberapa bulan dilahirkan, ibulah yang
mengambil tugas sebagai ayah kepada kami
sekeluarga. Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun,
membuat sapu lidi dan menjual kue-kue agar kami
tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu.
Kehidupan keluarga kami semakin susah dan
susah. Melihat keadaan keluarga yang semakin
parah, seorang tetangga yang baik hati dan tinggal
bersebelahan dengan kami, datang untuk
membantu ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu.
Para tetangga sering kali menasihati ibu supaya
menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga
dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga.
Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan
nasihat mereka. Ibu berkata : “Saya tidak perlu cinta
dan saya tidak perlu laki-laki.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA.

Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai
bekerja, ibu pun sudah tua. Kakak-kakak saya
menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah.
Tidak lagi bersusah payah untuk mencari uang.
Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke pasar setiap
pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi
keperluan hidupnya. Kakak dan abang yang
bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan
uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu,
pun begitu ibu tetap berkeras tidak mau menerima
uang tersebut. Malah ibu mengirim balik uang itu,
dan ibu berkata : “Jangan susah-susah, ibu ada
uang.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM.

Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk
mengejar gelar sarjana di luar Negeri. Kebutuhan
saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh sebuah
perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi
dengan cemerlang, kemudian saya pun bekerja
dengan perusahaan yang telah membiayai sekolah
saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak
lumayan, saya berniat membawa ibu untuk
menikmati penghujung hidupnya bersama saya di
luar negara. Menurut hemat saya, ibu sudah puas
bersusah payah untuk kami. Hampir seluruh
hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah
kalau hari-hari tuanya ibu habiskan dengan
keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik
hati, menolak ajakan saya. Ibu tidak mau
menyusahkan anaknya ini dengan berkata ; “Tak
usahlah nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.

Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu
malam saya menerima berita ibu diserang penyakit
kanker di leher, yang akarnya telah menjalar
kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat
mungkin. Saya yang ketika itu berada jauh
diseberang samudera segera pulang untuk
menjenguk ibunda tercinta. Saya melihat ibu
terbaring lemah di rumah sakit, setelah menjalani
pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua,
menatap wajah saya dengan penuh kerinduan. Ibu
menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun
agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang
menjalari setiap inci tubuhnya. Saya dapat melihat
dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah
menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi
terlalu lemah dan kurus. Saya menatap wajah ibu
sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan ibu
kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya. Di
saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat
ibu dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu tetap
tersenyum dan berkata : “Jangan menangis nak,
ibu tak sakit.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan pembohongan yang
kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya
untuk terakhir kali.
Anda beruntung karena masih mempunyai ibu
dan ayah. Anda boleh memeluk dan menciumnya.
Kalau ibu anda jauh dari mata, anda boleh
menelponnya sekarang, dan berkata, ‘Ibu,saya
sayang ibu.’ Tapi tidak saya, hingga
kini saya diburu rasa bersalah yang amat sangat
karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari
segala-galanya, tapi tidak pernah sekalipun saya
membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu, sampailah
saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Ibu, maafkan saya. Saya sayang ibu…..
—————–
Sayangilah Ibu & Ayahmu selagi mereka masih
hidup dan selagi kamu masih diberi umur oleh-
Nya
.................................................. .................................................. ......
I LOVE YOU MOM
..................................................

Post a Comment for "Kasih Sayang Seorang Ibu"